“PENGARUH REVOLUSI INDUSTRI TERHADAP PERUBAHAN
EKONOMI, SOSIAL, BUDAYA DAN POLITIK
DI
INDONESIA”
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Triono S
Reza F
Rudiyansyah
Melisa Viorna
Lidiarti
Nurhidayati
Retno W
KELAS :
GURU PEMBIMBING : Wahyu, S.Pd
SMA NEGERI 2 SAROLANGUN
TAHUN AJARAN
2015 / 2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang
atas berkah dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Pengaruh Revolusi Industri terhadap Perubahan Ekonomi, Sosial,
Budaya dan Politik di Indonesia”.
Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas
dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis.
Makalah ini disusun untuk para pembaca
dapat memperluas pengetahuan tentang " Pengaruh Revolusi
Industri terhadap Perubahan Ekonomi, Sosial, Budaya dan Politik di Indonesia "
dan juga untuk memenuhi sebagian tugas.
Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya,
mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Terima kasih.
Singkut, Januari
2015
PENYUSUN
DAFTAR ISI
Halaman
Judul------------------------------------------------------------------------------------------ i
Kata Pengantar------------------------------------------------------------------------------------------ ii
Daftar
Isi ------------------------------------------------------------------------------------------------- iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang --------------------------------------------------------------------------- 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengaruh
Revolusi Industri terhadap Perubahan Ekonomi, Sosial, Budaya dan Politik di
Indonesia --------------------------------------------------------------------------------- 2
1. Perubahan
di Bidang Politik ------------------------------------------------- 2
2. Perubahan
di Bidang Sosial Ekonomi ----------------------------------- 5
3. Dalam
bidang Iptek dan Budaya ------------------------------------------- 9
4. Dalam
Bidang Sosial ----------------------------------------------------------- 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ------------------------------------------------------------------------------- 12
B. Saran ---------------------------------------------------------------------------------------- 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Revolusi Industri merupakan periode antara tahun 1750-1850 di mana
terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur,
pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam
terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi Industri
dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat,
Amerika Utara, Jepang, dan akhirnya ke seluruh dunia.
Revolusi Industri menandai terjadinya titik balik besar
dalam sejarah dunia, hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh
Revolusi Industri, khususnya dalam hal peningkatan pertumbuhan penduduk dan
pendapatan rata-rata yang berkelanjutan dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Selama dua abad setelah Revolusi Industri, rata-rata pendapatan perkapita negara-negara
di dunia meningkat lebih dari enam kali lipat. Seperti yang dinyatakan oleh
pemenang Hadiah Nobel, Robert Emerson Lucas, bahwa: "Untuk pertama kalinya
dalam sejarah, standar hidup rakyat biasa mengalami pertumbuhan yang
berkelanjutan. Perilaku ekonomi yang seperti ini tidak pernah terjadi
sebelumnya".
Revolusi Industri yang terjadi di Eropa dan di Inggris
khususnya membawa dampak di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Di bidang
sosial munculnya golongan buruh yang hidup menderita dan berusaha berjuang
untuk memperbaiki nasib.
Revolusi Industri sebagai salah satu revolusi penting dunia
juga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap Indonesia. Secara garis besar
Revolusi Industri memiliki pengaruh yang positif dan negatif. Antara keduanya
saling berhubungan satu sama lainnya. Berikut ini adalah dampak Revolusi
Industri terhadap perkembangan sejarah Indonesia.
Gerakan kaum buruh inilah yang kemudian melahirkan gerakan
sosialis yang menjadi lawan dari Kapitalis. Bahkan, kaum buruh akhirnya bersatu
dalam suatu wadah organisasi, yakni Partai Buruh. Di bidang ekonomi,
perdagangan makin berkembang. Perdagangan lokal berubah menjadi perdagangan
regional dan internasional. Sebaliknya, di bidang politik, Revolusi Industri
melahirkan imperialisme modern.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Revolusi
Industri terhadap Perubahan Ekonomi, Sosial, Budaya dan Politik di Indonesia
1. Perubahan di Bidang
Politik
Sejak VOC dibubarkan pada tahun 1799,
Indonesia diserahkan kembali kepada pemerintahan Kerajaan Belanda. Pindahnya
kekuasaan pemerintahan dari VOC ke tangan pemerintah Belanda tidak berarti
dengan sendirinya membawa perbaikan. Kemerosotan moral di kalangan para
penguasa dan penderitaan penduduk jajahan tidak berubah. Usaha perbaikan bagi
penduduk tanah jajahan tidak dapat dilaksanakan karena Negeri Belanda sendiri
terseret dalam perang dengan negara-negara besar tetangganya.
Hal ini terjadi karena Negeri Belanda
pada waktu itu diperintah oleh pemerintah boneka dari Kemaharajaan Prancis di
bawah pimpinan Napoleon. Dalam situasi yang demikian, Inggris dapat memperluas
daerah kekuasaannya dengan merebut jajahan Belanda, Indonesia.
Betapapun Revolusi Industri tidak
terjadi di Belanda, namun sebagai negara yang memiliki kesamaan karakter,
Belanda menjadi pengikut revolusi juga. Imbas terhadap Indonesia sebagai negara
jajahan Belanda adalah lahirnya imperialisme modern di Indonesia yang diusung
oleh Belanda.
Selain itu, Inggris sebagai lokomotif
imperialisme modern memiliki kepentingan tersendiri dengan wilayah Indonesia
yang benar-benar kaya sumber daya alam. Peralatan-peralatan yang ditemukan di
Inggris membutuhkan begitu banyak bahan untuk diolah. Inggris sebagai negara
dengan kekuatan imperialisme yang besar ternyata berseteru dengan pihak
Belanda, sampai akhirnya peperangan yang terjadi antara Prancis dan Inggris
dimenangkan oleh Inggris.
Secara langsung Indonesia diserahkan
kepada Inggris. Dalam sejarah kolonialisme Indonesia, kita mengenal Thomas
Stamford Raffles yang merupakan utusan Inggris untuk menjadi Gubernur
Jenderal di Hindia Belanda. Untuk empat tahun Indonesia dipimpin oleh
imperialisme Inggris. Sejak masuknya pedagang-pedagang Eropa, khususnya Belanda
ke Indonesia telah membawa perubahan yang sangat signifikan.
Pola perdagangan monopoli yang
dipraktekkan oleh VOC (kolonial Belanda) menjadikan tersentralisasinya
kekuasaan di tangan penguasa asing. Imbas terbesar bagi para penguasa pribumi
(raja/sultan) adalah hilangnya hak kekuasaan sebagai penguasa lokal. Karena
mereka dijadikan oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai pegawai negeri yang
mendapat gaji dari pemerintah kolonial. Padahal menurut aturan adat, penguasa
pribumi mendapat upeti langsung dari rakyat.
Hal ini terjadi setelah para
penguasa-penguasa pribumi tidak mampu mempertahankan wilayah kekuasaannya dari
penetrasi orang-orang Eropa yang berupaya menguasai wilayah-wilayah di
Indonesia untuk menjalankan politik dagang monopolinya. Pada akhirnya, dengan
diterapkannya sistem pemerintahan baru (pemerintahan kolonial), para
raja/sultan semakin kehilangan peranannya dalam mengatur kebijakan politiknya,
sedangkan pemerintahan kolonial semakin kuat.
a. Hindia Belanda di
Bawah Daendels (1808–1811)
Dalam usaha
mengadakan pembaharuan pemerintahan di tanah jajahan, di Negeri Belanda ada dua
golongan yang mengusulkannya.
1) Golongan
Konservatif dengan tokohnya Nenenberg yang menginginkan untuk mempertahankan
sistem politik dan ekonomi seperti yang dilakukan oleh VOC.
2) Golongan
Liberal dengan tokohnya Dirk van Hogendorp yang menghendaki agar pemerintah
Hindia Belanda menjalankan sistem pemerintahan langsung dan menggunakan sistem
pajak. Sistem penyerahan paksa yang dilakukan oleh VOC agar digantikan dengan
sistem penyerahan pajak.
Di satu pihak pemerintah condong kepada pemikiran kaum
Konservatif karena kebijaksanaannya akan mendatangkan keuntungan yang cepat dan
mudah dilaksanakan. Di pihak lain, pemerintah juga ingin menjalankan
pembaharuan yang dikemukakan oleh kaum Liberal. Gagasan pembaharuan
pemerintahan kolonial dimulai semenjak pemerintahan Daendels. Sebagai gubernur
jenderal pemerintahan Belanda di Indonesia, Daendels banyak melakukan
langkah-langkah baru dalam pemerintahan. Daendels mengadakan perombakan
pemerintahan secara radikal, yakni meletakkan dasar-dasar pemerintahan menurut
sistem Barat. Langkah-langkah tersebut, antara lain:
1) Pemerintahan
kolonial di pusatkan di Batavia dan berada di tangan gubernur jenderal.
2) Pulau
Jawa dibagi menjadi sembilan prefectur. Hal ini untuk mempermudah administrasi
pemerintahan.
3) Para
bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda di bawah pemerintahan prefect.
4) Mengadakan
pemberantasan korupsi dan penyelewengan dalam pungutan (contingenten) dan kerja
paksa.
5) Kasultanan
Banten dan Cirebon dijadikan daerah pemerintah Belanda yang disebut pemerintah
gubernemen.
6) Berbagai
upacara di istana Surakarta dan Yogyakarta disederhanakan.
Pada awal pemerintahannya, Daendels menentang sistem kerja
paksa dan merombak sistem feodal. Akan tetapi, tugas untuk mempertahankan Pulau
Jawa dari serangan Inggris menyebabkan Daendels terpaksa harus mengadakan
penyerahan kerja paksa secara besar-besaran (dengan menggunakan pengaruh
penguasa pribumi) untuk membangun jalanj-alan dan benteng-benteng pertahanan.
Demikian juga karena kas negara kosong menyebabkan juga ditempuh
cara-cara lama untuk mengisi kas negara. Dengan demikian, kehidupan rakyat
pribumi tetap menderita. Ketika akhirnya Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels
sudah dipanggil kembali ke Eropa. Penggantinya tidak mampu menahan serangan
Inggris dan terpaksa menyerah. Dengan demikian, Indonesia berada di bawah
kekuasaan Inggris.
b. Masa Pemerintahan
Raffles (1811–1816)
Setelah Indonesia (khususnya Pulau Jawa) jatuh ke tangan
Inggris, oleh pemerintah Inggris dijadikan bagian dari jajahannya di India. Gubernur
Jenderal East India Company (EIC), Lord Minto yang berkedudukan di Calcuta
(India) kemudian mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur
(wakil gubernur) untuk Indonesia (Jawa).
Raffles didampingi oleh suatu badan panasihat yang disebut
Advisory Council. Tugas yang utama adalah mengatur pemerintahan dan
meningkatkan perdagangan, serta keuangan. Sebagai seorang yang beraliran
liberal, Raffles menginginkan adanya perubahanperubahan dalam pemerintahan di
Indonesia (Jawa).
Selain bidang pemerintahan, ia juga dilakukan perubahan di
bidang ekonomi. Ia hendak melaksanakan kebijaksaaan ekonomi yang didasarkan
kepada dasar-dasar kebebasan sesuai dengan ajaran liberal. Langkah-langkah yang
diambil oleh Raffles dalam bidang pemerintahan dan ekonomi adalah sebagai
berikut.
1) Mengadakan penggantian
sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi dengan sistem
pemerintahan kolonial ala Barat. Untuk memudahkan sistem administrasi
pemerintahan, Pulau Jawa dibagi menjadi delapan belas karesidenan.
2) Para bupati dijadikan
pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dan bukan lagi memiliki tanah
dengan segala hasilnya. Dengan demikian, mereka bukan lagi sebagai penguasa
daerah, melainkan sebagai pegawai yang menjalankan tugas atas perintah dari
atasannya.
3) Menghapus segala
bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa atau rodi. Rakyat diberi kebebasan
untuk menanam tanaman yang dianggap menguntungkan.
4) Raffles menganggap
bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik semua tanah yang ada di daerah tanah
jajahan.
Oleh karena itu, Raffles menganggap para penggarap sawah
adalah penyewa tanah pemerintah. Oleh karena itu, para petani mempunyai
kewajiban membayar sewa tanah kepada pemerintah. Sewa tanah atau landrente ini
harus diserahkan sebagai suatu pajak atas pemakaian tanah pemerintah oleh
penduduk.
Sistem sewa tanah smacam itu oleh pemerintah Inggris
dijadikan pegangan dalam menjalankan kebijaksanaan ekonominya selama berkuasa
di Indonesia. Sistem ini kemudian juga diteruskan oleh pemerintah Hindia
Belanda setelah Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda.
2. Perubahan di Bidang
Sosial Ekonomi
Salah satu akibat dari munculnya Revolusi Industri adalah
munculnya praktik kapitalisme dalam hal ekonomi. Ideologi kapitalisme berpendapat
bahwa untuk meningkatkan pendapatan perlu ditunjang dengan jumlah modal atau
kapital yang banyak, penguasaan sektor produksi, sumber bahan baku dan
ditribusi. Indonesia atau pada saat itu bernama Hindia Belanda memiliki sumber
daya alam yang hasilnya sangat laku di pasaran dunia.
Penemuan-penemuan teknologi baru telah mengantarkan wilayah
Hindia Belanda menjadi incaran negara-negara maju dalam teknologi tersebut.
Akhirnya perekonomian rakyat diperas, tetapi pemerintahan tidak pernah mampu
memberikan kesejahteraan tersendiri untuk Indonesia. Indonesia menjadi lahan
baru untuk para kapitalis yang hanya mementingkan keuntungan.
Imperialisme modern telah mampu mengeruk ekonomi Indonesia
dengan keuntungan yang gilang gemilang di tangan para imperialis, sementara
rakyat menjadi kuli di rumahnya sendiri. Bangsa Indonesia sempat dikenalkan
dengan beberapa sistem perekonomian dari dunia Barat, namun kerugian yang
diderita oleh Indonesia jauh lebih besar ketimbang keuntungan yang dihasilkan.
Perubahan mendasar terjadi ketika Indonesia mengalami masa
sistem ekonomi liberal dan tanam paksa. Pada era ini rakyat diharuskan
melakukan kegiatan ekonomi berupa pengolahan perkebunan yang cenderung hanya
memperhatikan pada kebutuhan orang-orang Eropa saja, sedangkan kebutuhan rakyat
pribumi, seperti pertanian, menjadi terabaikan.
Pada masa pemerintahan Raffles, dengan politik sewa tanahnya
yang diilhami dari pengaruh paham liberal, rakyat Indonesia belum paham
sepenuhya dengan sistem ekonomi uang. Sehingga system land rente dianggap
mengalami kegagalan, karena rakyat masih terbiasa dengan sistem ekonomi
tertutup, dimana pembayaran pajak belum sepenuhnya dengan uang tetapi in
natura. Faktor utama lainnya yang dianggap sebagai biang kegagalan
liberalisasi ekonomi Indonesia adalah masih kuatnya praktik budaya feodalisme.
Setelah Indonesia kembali menjadi jajahan Belanda, di bawah
pengawasan Gubernur Jenderal van Den Bosch yang beraliran konservatif,
diterapkan sistem tanam paksa yang bertentangan dengan sistem sewa tanah
sebelumnya. Hal ini, menurut van Den Bosch, dikarenakan kondisi realitas
Indonesia yang bersifat agraris, seperti halnya keadaan negara induk (Belanda)
yang juga masih bersifat agraris.
Walaupun keadaan di Eropa, rentang waktu 1800–1830, sedang
muncul pertentangan pemikiran, antara liberalis dan konservatis telah
mengakibatkan kegamangan dalam pelaksanaan pemerintahan di negara jajahan.
Tetapi satu hal yang perlu dipahami, baik konservatif yang akan meneruskan
system politik VOC atau liberalis yang ingin meningkatkan taraf hidup rakyat,
dalam tujuannya sama-sama menginginkan daerah jajahan perlu memberi keuntungan
bagi negeri induk.
Keadaan ekonomi rakyat Indonesia semakin parah, seiring dengan
diberlakukannya kebijakan Politik Pintu Terbuka. Hal ini menjadikan jiwa-jiwa
wirausaha semakin menghilang, karena para petani, pedagang yang kehilangan
lapangan sumber mata pencahariannya beralih menjadi buruh di
perusahaan-perusahaan swasta asing.
Kondisi ekonomi bangsa Indonesia saat itu sangat
menyedihkan. Hal itu dapat dilihat pada awal abad ke-20, diketahui bahwa
penghasilan rata-rata sebuah keluarga di Pulau Jawa hanya 64 gulden setahun.
Dengan penghasilan yang sangat sedikit itu, mereka harus melakukan berbagai
kewajiban, antara lain untuk urusan desa. Hal itu menggambarkan betapa
miskinnya rakyat Indonesia, padahal Indonesia memilki kekayaan alam yang
melimpah.
Selama masa tanam paksa, pemerintah Belanda memperoleh
keuntungan ratusan juta gulden. Keuntungan yang diperoleh itu semuanya
digunakan untuk membangun negeri Belanda. Tidak ada pemikiran untuk menggunakan
sebagian keuntungan itu bagi kepentingan Indonesia. Kemiskinan yang diderita
rata-rata rakyat Indonesia adalah akibat politik drainage (politik
pengerukan kekayaan) yang dilakukan pemerintah Belanda untuk kepentingan negeri
Belanda. Politik dranaige itu mencapai puncaknya pada masa
tanam paksa (cultuur stelsel) dan kemudian dilanjutkan pada
masa sistem ekonomi liberal.
Sistem ekonomi liberal pun tidak meningkatkan taraf
kehidupan rakyat. pada masa itu berkembang kapitalisme modern yang
berlomba-lomba menanamkan modalnya di Indonesia, antara lain perkebunan
raksasa. Pemerintah mengizinkan para pemilik modal menyewa tanah, termasuk
tanah rakyat. Akibatnya, lahan untuk pertanian rakyat berkurang. Sebagian besar
petani terpaksa menjadi buruh di pabrik atau perkebunan dengan upah yang
rendah.
Pada sisi lain, perusahaan-perusahan pribumi mengalami
kemunduran atau sama sekali gulung tikar sebab tidak mampu bersaing dengan
modal raksasa. Pengusaha tekstil tradisional pun terpukul akibat membanjirnya
tekstil yang diimpor dari Belanda. Para pengusaha pribumi juga dirugikan sebab
pemerintah Belanda lebih banyak memberikan kemudahan kepada pedagang Cina.
Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya
yang sangat besar untuk membiayai peperangan baik di Negeri Belanda sendiri
(pemberontakan rakyat Belgia), maupun di Indonesia (terutama perlawanan
Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan
maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia
dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan
kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas
berat itu, van den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi
tanaman ekspor. Untuka itu, yang perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga
rakyat tanah jajahan untuk melakukan penanaman tanaman yang hasil-hasilnya
dapat laku di pasaran dunia dan dilakukan dengan sistem paksa. Setelah tiba di
Indonesia (1830) van den Bosch menyusun program kerja sebagai berikut.
a. Sistem
sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan
pelaksanaannya sulit.
b. Sistem
tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenis-jenis tanaman yang
sudah ditentukan oleh pemerintah.
c. Pajak
atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya
kepada pemerintah Belanda.
Apa yang
dilakukan oleh van den Bosch itulah yang kemudian dikenal dengan nama sistem
tanam paksa atau cultuur stelsel. Sistem tanam paksa yang diajukan oleh van den
Bosch pada dasarnya merupakan gabungan dari sistem tanam wajib ( VOC ) dan
sistem pajak tanah (Raffles ).
Pelaksanaan
sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk
mengadakan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh karena itu, sistem
tanam paksa menimbulkan akibat sebagai berikut.
a. Bagi Indonesia
(Khususnya Jawa)
1) Sawah
ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan
sehingga penghasilan menurun drastis.
2) Beban
rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil
panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila
gagal panen.
3) Akibat
bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
4) Timbulnya
bahaya kemiskinan yang makin berat.
5) Timbulnya
bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka kematian
meningkat drastis. Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat
mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849) dan Grobogan (1850). Kejadian
ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastis. Penyakit busung lapar
(hongorudim) juga berkembang di mana-mana.
b. Bagi Belanda
Apabila sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi
bangsa Indonesia, sebaliknya bagi bangsa Belanda berdampak sebagai berikut.
1) Mendatangkan
keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.
2) Hutang-hutang
Belanda dapat terlunasi.
3) Penerimaan
pendapatan melebihi anggaran belanja.
4) Kas
Negeri Belanda yang semula kosong, dapat terpenuhi.
5) Berhasil
membangun Amsterdam menjadi kota pusat perdagangan dunia.
6) Perdagangan
berkembang pesat.
Sistem tanam paksa yang mengakibatkan
kemelaratan bagi bangsa Indonesia, khusunya Jawa, menimbulkan reaksi dari
berbagai pihak, seperti golongan pengusaha, Baron Van Hoevel, dan Edward Douwes
Dekker. Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah Belanda secara
berangsur-angsur menghapuskan sistem tanam paksa.
Sesudah tahun 1850, kaum Liberal
memperoleh kemenangan politik di Negeri Belanda. Mereka juga ingin menerapkan
asas-asas liberalisme di tanah jajahan. Dalam hal ini kaum Liberal berpendapat
bahwa pemerintah semestinya tidak ikut campur tangan dalam masalah ekonomi,
tugas ekonomi haruslah diserahkan kepada orang-orang swasta, dan agar kaum
swasta dapat menjalankan tugasnya maka harus diberi kebebasan berusaha.
Sesuai dengan tuntutan kaum Liberal
maka pemerintah kolonial segera memberikan peluang kepada usaha dan modal
swasta untuk menanamkan modal mereka dalam berbagai usaha di Indonesia,
terutama perkebunan-pekebunan di Jawa dan di luar Jawa. Selama periode tahun
1870–1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta Barat. Oleh karena itu masa ini
sering disebut zaman Liberal. Selama masa ini kaum swasta Barat membuka
perkebunan-perkebunan seperti, kopi, teh, gula dan kina yang cukup besar di
Jawa dan Sumatra Timur.
Selama zaman Liberal (1870–1900),
usaha-usaha perkebunan swasta Barat mengalami kemajuan pesat dan mendatangkan
keuntungan yang besar bagi pengusaha. Kekayaan alam Indonesia mengalir ke
Negeri Belanda. Akan tetapi, bagi penduduk pribumi, khususnya di Jawa telah
membawa kemerosotan kehidupan, dan kemunduran tingkat kesejahteraan. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti berikut.
1) Adanya
pertumbuhan penduduk yang meningkat pada bad ke-19, sementara itu jumlah
produksi pertanian menurun.
2) Adanya
sistem tanam paksa dan kerja rodi yang banyak menimbulkan penyelewengan dan
penyalahgunaan dari pihak pengusaha sehingga membawa korban bagi penduduk.
3) Dalam
mengurusi pemerintahan di daerah luar Jawa, pemerintah Belanda mengerahkan
beban keuangan dari daerah Jawa sehingga secara tidak langsung Jawa harus
menanggung beban keuangan.
4) Adanya
sistem perpajakan yang sangat memberatkan penduduk.
5) Adanya krisis
perkebunan pada tahun 1885 yang mengakibatkan perusahaan- perusahaan mengadakan
penghematan, seperti menekan uang sewa tanah dan upah kerja baik di pabrik
maupun perkebunan.
Pada akhir
abad ke-19 muncullah kritik-kritik tajam yang ditujukan kepada pemerintah
Hindia Belanda dan praktik liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan
rakyat Indonesia. Para pengkritik itu menganjurkan untuk memperbaiki
rakyat Indonesia. Kebijaksanaan ini didasarkan atas anjuran Mr. C. Th. van
Deventer yang menuliskan buah pikirannya dalam majalah De Gids
(Perinstis/Pelopor) dengan judul Een Ereschuld (Berhutang Budi) sehingga
dikenal politik etis atau politik balas budi. Gagasan van Deventer terkenal
dengan nama Trilogi van Deventer.
3. Dalam
bidang Iptek dan Budaya
Revolusi Industri lahir dengan latar belakang ilmu
pengetahuan yang pekat. Ketika Indonesia dijajah oleh Inggris, maka hal itu pun
sangat berpengaruh. Raffless yang dalam kesempatan tersebut menjadi gubernur
jendral yang sangat perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan alam, maka salah
satu bunga bangkai yang ditemukan di Bengkulu dinamai dengan bunga Raflesia
Arnoldi. Bahkan, Kebun Raya Bogor juga merupakan itikad dari istri Raffles.
Dalam hal ilmu perbintangan, di Bandung didirikan pula tempat obsevasi yang
didirikan Van den Bosch.
Seiring dengan munculnya hubungan Hindia Belanda dengan
Inggris, maka sedikit demi sedikit masyarakat Indonesia dikenalkan juga dengan
kemajuan teknologi tersebut. Penjajahan Indonesia yang sempat kembali ke tangan
Belanda menghentikan kemajuan tersebut, namun dalam perkembangan kontemporer,
pengaruh Revolusi Industri sangat terlihat dan terasa.
4. Dalam
Bidang Sosial
Industrialisasi sejak semula sangat berkaitan dengan
masalahmasalah sosial-kemasyarakatan. Adanya perbedaan pendapatan ekonomi
cenderung membuat manusia mengukur segala sesuatu dengan mahal-murahnya harga
sesuatu. Dengan perbedaan tersebut, muncullah diskriminasi sosial yang tidak
manusiawi. Selain itu, ada pula dampak positif dari Revolusi Industri ini,
yaitu dibukanya jalur transportasi darat yang baru rel kereta api guna
mempercepat proses mobilisasi dan penyampaian informasikomunikasi.
a. Diskriminasi
Sosial
Dalam bidang sosial terjadi perbedaan yang mencolok antara
golongan Barat atau Belanda dengan golongan pribumi. Dalam bidang pemerintahan
juga terjadi diskriminasi, pembagian kerja dan pembagian kekuasaan didasarkan
pada warna kulit. Orang pribumi yang mendapatkan jabatan pastilah jabatan
rendah dan dibatasi kekuasaannya. Diskriminasi juga terjadi di kalangan
militer.
Untuk pangkat yang sama, gaji orang Indonesia yang berdinas
dalam militer Belanda lebih rendah daripada gaji anggota militer Belanda.
Bahkan diadakan pula perbedaan gaji antara serdadu Ambon dan serdadu Jawa.
Diskriminasi berlaku juga di tempat hiburan. Ada tempat-tempat yang tidak boleh
dimasuki oleh orang Indonesia, seperti tempat pemandian, restoran bahkan pada
angkutan umum, seperti kereta api lintas-kota atau trem (kereta api dalam
kota).
Rupanya para penggagas Politik Etis hendak menciptakan
hubungan yang harmonis antara Belanda dan golongan pribumi, namun kesamaan
pandangan yang diharapkan ternyata tak berbuah seperti yang diharapkan.
Orang-orang Indonesia yang telah mendapatkan pendidikan dari Belanda, semakin
menyadari tentang arti penting kemerdekaan yang pada akhirnya mereka menjadi
pemuda-pemuda pergerakan kemerdekaan Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa
diskriminasi berdasarkan ras menjadi salah satu faktor lahirnya pergerakan
nasional.
b. Dibangunnya
Jalur Transportasi Darat
Revolusi
Industri secara tidak langsung berdampak pula dalam hal transportasi di
Indonesia, terutama darat. Untuk mempermudah mobilitas penduduk dan
perdagangan, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api di Pulau
Jawa. Hal ini dilakukan guna mempercepat hubungan komunikasi dan dagang. Untuk
daerah pegunungan yang banyak terdapat perkebunan (misalnya di Jawa Barat),
dibangun khusus jalur kereta api untuk mengangkut hasil bumi ke kawasan pabrik
guna diolah menjadi bahan setengah jadi atau jadi.
Sesungguhnya
jalur darat telah dibuka sejak masa Daendels memerintah Jawa, yaitu dengan
dibukanya rute baru: Anyer- Panarukan yang membelah Pulau Jawa pada awal abad
ke-19. Dengan tujuan semula untuk mempercepat proses informasikomunikasi antarkantor
pos, maka Jalan Raya Pos (The Grote Postweg) ini pada masa selanjutnya
berguna pula untuk jalur mobilitas penduduk yang ingin ke luar kota atau pulau.
c. Mobilitas Penduduk dan
Masalah Demografi
Industrialisasi
mengakibatkan perpindahan penduduk dari desa ke kota-kota besar. Berdirinya
pabrik-pabrik telah mendorong kehidupan baru dalam masyarakat Indonesai yang
sebelumnya masyarakat agraris dan maritim. Terbentuklah komunitas pekerja kasar
dan buruh yang bekerja di pabrik-pabrik partikelir (swasta). Kota-kota besar,
terutama Jakarta dan Surabaya, merupakan tempat tujuan orang-orang untuk
mengadu nasib.
Untuk
mendapatkan pegawai-pegawai semacam juru ketik atau tulis yang murah maka
pemerintah kolonial membangun sekolah-sekolah kejuruan guna menghasilkan
tenaga-tenaga ahli dari pribumi yang tentunya jauh lebih murah honornya bila
dibandingkan tenaga ahli dari Eropa. Tenaga tulis/ketik tersebut selain
dipekerjakan di instansi pemerintahan, juga dipekerjakan pegawai rendah di perkebunan
pemerintah.
Pada
masa pelaksanaan ekonomi liberal sekolah didirikan untuk tujuan yang sama. Pada
1851, didirikan sekolah dokter pertama di Jawa yang sebenarnya merupakan
sekolah untuk mendidik mantri cacar atau kolera. Maklum kala itu kedua penyakit
tersebut sering menjadi wabah di beberapa daerah. Sekolah “mantri” tersebut
kemudian berkembang menjadi STOVIA (School Tot Opleiding Voor Inlandse
Artsen) atau sekolah dokter pribumi.
Munculnya
sekolah-sekolah ala Eropa di Jawa, khususnya Batavia dan Bandung, menggiring
orang-orang dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan tempat-tempat
lainnya berdatangan ke Jawa. Orang-orang di Jawa pun, terutama anakanak priyayi
dan bangsawan atau pedagang kaya yang memiliki biaya lebih, berbondong-bondong
datang ke Jakarta dan Bandung yang saat itu memiliki sekolah setingkat
perguruan tinggi (THS dan STOVIA). Perpindahan atau mobilitas kaum terpelajar
tersebut tentunya sangat memengaruhi populasi kota. Perubahan demografis cukup
mecengangkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mengenal
Teknologi Berbasis Mesin pengaruh positif revolusi indstri bagi Indonesia
misalnya diperkenalkannya teknologi-teknolgi baru berbasis mesin oleh perintah
colonial Hndia-Belanda baik dalam bentuk pengeloala hasil bumi,teknologi
transportasi,maupun teknologi pertanian.Bangsa Indonesia mengenal mesin
pengola mesin hasil bumi mesin pengola tebu menjadi gula.mesin-mesin ini
meningkatkan hasil produksi dengan lebih cepat dan efisien,tidak saja
pada zaman pemerintah kolonial belanda,tetapi jua sejak Indonesia merdeka
munculnya sarana tranportasi,perkembangan transportasi juga memungkinkan
terbentuknya terjadi jaringan yang luas antarwilayah,dan secara ekonomis
mempercepat pengangkutan hasil-hasil perkebunan ke pabrik-pabrik serta
distribusi hasil-hasil produksi ke pelabuhan.tranportasi air ditandai dengan
munculnya kapal-kapal bermesin yang memungkinkan tranportasi hasil-hasil bumi
antar pulau dapat dilakukan dengan cepat.dibidang teknologi pertanian,hasil
hasil revolusi industri memperkenalkan kepada banga Indonesia bibit tanaman
yang unggu seperti tebu,nila,tembakau,padi,dan palawija.masuknya teknologi
pertanian telah member bangsa kita pengetahuan baru tentang teknik pengelolahan
tanah,pembibitan,pembanguna irigasi dan intensifikasi pertania dan sebagainya
2. Mengenal
Paham Liberalism Penagruh positif lain tumbuh dan berkembangnya paham
liberalisme penerapan gagasan liberal dalam bidang ekonomi di Indonesia waktu
ituu kurang sesuai dengan cita” awalnya yang mulia,bangsa Indonesia setidaknya
dalam semua bidang kehidupan.kedua gagasan inilah jantung paham
liberalisme.dalam bidang ekonomi,paham ini mengusung perdanganan
bebas,pengakuan terhadap milik pribadi,pembatasan kebebasan kepada pihak swasta
untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi.semua unsur ini bersatu di bawah sistem
yang disebut kapitalisme.pada gilirannya hal ini mendorong
munculnya para usahawan dan wiraswasta yang menciptakan lapangan
kerja,menghasilkan pajak yang merata.dalam bidang politik dan social
budaya,paham liberalisme mengusung pemilihan umum yang bebas dan adil adanya
pengakuan terhadap hak-hak sipil,kebebasan pers kebebasan beragama supermasi
hukum muncul juga gagasan kesetaraan gender pemikir perintis paham liberalisme.
3. Kebijakan Monopoli
Perdanganan Dan Tanam Paksa Selama Masa Kolonial kebijakan monopoli perdagangan
rempah-rempah itu berlangsung di Indonesia ketika revolusi industri inggris
dimulai sejak 1950 an.inggris dengan EIC nya terlibat juga.hubungan antara
revolusi industri di inggris dan kebijakan monopoli perdagangan dan tanam
paksa oleh belanda di Indonesia.kebijakan monopoli perdagangan sudah berjalan
jauh sebelum revolusi industri dimulai.kedua kebijakan tanam paksa dilakukan
bukan karena industralisasi di belanda waktu itu sudah maju dank arena itu
menuntut banyak bahan mentah dengan kata lain,kebijakan monopoli da tanam paksa
bukan akibat langsung dari revolusi industi.
4. Kebijakan Pintu
Terbuka pengaruh revolusi industri yang kuat terhadap Indonesia pada masa
kolonial masuknya paham liberalisme ke dalam mindset (pikirian ) pengambil
kebijakan di belanda (terutama parlemennya)dan masyarakat belanda secara
luas.mempengaruhi kebijakan belanda di Indonesia baik secara ekonomi maupun
secara social-politik.dalam pelaksanaanya dalam bidang ekonomi paham ini memalui
kebijakan pintu terbuka (kapitalisme) menjadi sarana ekploitasi baru bagi
bangsa Indonesia.
5. Politik Etis Mendorong
kaum liberal dan kaumhumanis di belanda mengeluarkan seruan yang tajam,yang
pada intinya menyatakan bahwa belanda berkewajiban secara moral
menyejahterahkan rakyat Indonesia.
6. Eksploitasi Atas
Sumber Daya Mineral:Pertambangan Dalam bidang pertambangan,belanda juga terkena
dampak revolusi industri di inggris.hal ini berdampak pada terjadinya
eksploitasi atas bahan-bahan mineral yang ada di perut bumi Indonesia oleh
pemerintah hindia belanda.
B. Saran
Revolusi industri
hanya mendatangkan kemiskinan dan kemelaratan dalam berbagai bidang,bagi
belanda revolusi industri memberi peluang besar untuk melakukan eksploitasi
terhadap sumber daya alam mineral serta sumber daya manusia Indonesia.